Minggu, 24 Mei 2015

Fenomena Golput Pada Saat Pemilu

Fenomena Golput Pada Saat pemilu



Selamat siang / malam semua. Pada kesempatan ini saya akan membahas tentang salah satu peristiwa yang berkaitan dengan bab ke-9 mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentang “Mencermati Potret Budaya Politik Masyarakat Indonesia” yaitu Fenomena Golput.  Sebelum membahas peristiwa yang berkaitan dengan bab ini, sebelumnya saya akan membahas tentang aktifitas suatu kelompok masyarakat.
Aktifitas suatu kelompok masyarakat selalu menggambarkan budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Ketika kita bertemu dengan seorang dari kelompok masyarakat yang berbeda dengan kita, maka kita akan dapat langsung menyimpulkan budaya dari masyarakat tersebut. Mengapa demikian? Karena kebudayaan tercemin salah satunya dalam perilaku manusia pada aspek kehidupan termasuk aspek politik.
Nah, Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
Hakikat budaya politik sendiri merupakan pola perilaku masyarakat terhadap suatu sistem politik. Dalam setiap masyarakat,  terdapat budaya politik yang menggambarkan pandangan mereka mengenai proses politik  yang berlangsung di lingkungannya sendiri, tingkat kesadaran untuk berpartisipasi dalam berpolitik-pun berbeda beda.
Secara umum, budaya politik terbagi atas:
                1. Budaya politik apatis (acuh tak acuh / pasif)
                2. Budaya politik mobilisasi (dipaksakan/ didorong)
                3. Budaya politik partisipasi (aktif)

Mengenai budaya politik, salah satu peristiwa yang berkaitan dengan budaya politik adalah “Golput Pada saat Pemilu”. Peristiwa ini sangat sering terjadi ketika pemilihan umum. Contohnya saat di Banda Aceh pada tahun 2014.
Peristiwa yang terjadi satu tahun yang lalu ternyata tidak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Banda Aceh yang terdaftar sebagai pemilih. Dari pantauan langsung tim Serambi di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) di Banda Aceh, masih banyak warga yang tidak menggunakan hak suaranya alias golongan putih (golput). Bahkan, di salah satu TPS, jumlah warga yang golput mencapai 50 persen lebih. Kemungkinan jumlah warga yang golput mencapai seribuan atau bahkan lebih. Menurut laporan dari TPS, daftar Pemilih Tetap (DPT) Kota Banda Aceh tahun ini berjumlah 159.213 orang, yang tersebar di 436 TPS. Data diperoleh Serambi dari tiga TPS berbeda di Banda Aceh, yaitu TPS Gampong Beurawe, TPS Lampriet, dan TPS Lamdingin, DPT berjumlah 1.117 orang. Dari jumlah itu, yang menyalurkan hak suaranya sebanyak 624 orang, sementara 493 orang lagi golput.
Di TPS 1 Gampong Beurawe, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh misalnya, warga yang tidak memilih mencapai 50 persen lebih. Dari jumlah DPT 411 orang, hanya 183 yang memilih, sedangkan 228 orang lagi golput.
                Menurut saya, golput bukanlah solusi dan tidak ada manfaatnya. Mungkin beberapa alasan masyarakat memilih golput, antara lain masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap partai politik dan para caleg serta pejabat lainnya.
                Masyarakat tidak percaya lagi karena partai dan caleg sudah sering mengkhianati amanah rakyat. Setelah mereka menjadi anggota legislatif, mereka lebih mengutamakan kepentinhan individu dan kelompok partainya, dibandingkan kepentingan rakyat. Ditambah lagi pembangunan-pembangunan yang tak kunjung selesai dan dana anggaran yang banyak diambil untuk kepentingan sendiri. 
                Mantan Ketua KIP Aceh berpendapat bahwa secara logika dia melihat itu wajar dan itu sebagai bentuk penghukuman kepada partai. Bahkan masyarakat pun tidak mau lagi pergi ke kampanye, karena apa yang mereka (partai dan caleg) sampaikan dalam kampanye berbeda dengan kenyataan yang ada.
                Kesimpulannya, golput bukanlah sebuah pilihan dan akan rugi jika kita memilih golput. Satu suara yang kita sumbangkan sangatlah berarti dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan budaya politik di Indonesia.  Rakyat Indonesia harus berpikir cerdas. Meskipun dari segi politis bahwa golput tidak berpengaruh terhadap proses pelaksanaan pemilu. Namun semakin rendah partisipasi pemilih, semakin rendah legitimasi politik terhadap pemilu dan hasilnya.




Jumat, 01 Mei 2015

Rapat Golkar Ricuh




Add caption

Medan - Rapat Konsolidasi Internal Partai Golkar versi Munas Ancol di Sumatera Utara (Sumut) berlangsung ricuh. Kericuhan mulai terjadi ketika Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono hendak berpidato.

Suasana rapat itu ricuh bemula kubu yang diduga berasal Partai Golkar kubu Munas Bali yang dipimpin Ical, berteriak di tengah acara yang berlangsung di Hotel Tiara, Jalan Imam Bonjol, Medan, Sabtu (11/4/2015) siang. Akibat teriakan itu suasana mendadak riuh.

"Ini rapat tidak sah, kami menganggap Agung Laksono sebagai Wakil Ketua Partai Golkar, bukan Ketua Umum," teriak sebagian orang dari kubu Ical.

Suasana ricuh semakin membesar saat Agung Laksono mulai berpidato. Teriakan-teriakan semakin banyak. Dalam situasi itu, Agung tetap terus berpidato untuk menyampaikan arahan kepada kader Golkar.

Agung pun mengajak kadernya untuk menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa, sedangkan ratusan kubu ARB mengumandangkan takbir.

"Kita taat kepada hukum, kalau perbedaan pendapat itu biasa, kita akan menghargai saudara-saudara kita yang sedang berorasi," kata Agung.

Hingga kini suasana memanas masih terus terjadi. Belum sampai terjadi adu fisik, tetapi keadaan mulai tidak kondusif di dalam rapat konsolidasi ini.